08/01/13

Angklung Minim Pelatih



Selasa, 8 November 2011 | 03.43 WIB
Jakarta, Kompas - Indonesia kekurangan pelatih angklung yang berkualitas. Hal ini menghambat upaya pelestarian angklung. Di sisi lain, pemerintah tidak punya cetak biru pengembangan angklung.

Pemerintah hanya puas setelah lembaga PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, UNESCO, memberikan pengakuan terhadap angklung sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Namun, setelah pengakuan itu, tidak ada tindak lanjutnya.

Di Bandung, yang dikenal sebagai pusat pengembangan angklung, masih banyak sekolah yang mengantre untuk mendapatkan pelatih angklung.

Adi Lukito, pelatih angklung di Bandung, mengatakan, peminat angklung di sekolah sebenarnya cukup banyak. Hanya saja, sekolah kesulitan mendapatkan pelatih yang berkualitas.

”Banyak sekolah yang sudah membeli alat musik angklung, tetapi akhirnya tidak jalan karena mereka tidak punya pelatih,” kata Adi yang mengajarkan angklung di SMA Pasundan 2 dan empat sekolahan lain, Senin (7/11). Ia mengatakan, ada temannya yang sampai melatih 15 sekolah karena banyak permintaan.

Obby AR Wiramihardja, Ketua Masyarakat Musik Angklung, mengungkapkan, pelatih angklung yang berkualitas masih langka. Karena itu, organisasinya lebih berfokus pada upaya mendidik pelatih angklung. Sementara pemerintah sendiri tidak pernah ikut campur tangan dalam mendidik pelatih angklung.

Di sisi lain, peran perguruan tinggi jurusan seni masih minim dalam mencetak guru angklung. Sekolah Tinggi Seni Indonesia dan Universitas Pendidikan Indonesia, misalnya, meski sama- sama memiliki jurusan seni, perguruan tinggi itu belum meluluskan guru angklung.

”Kebanyakan pelatih angklung adalah orang yang dulunya pemain angklung. Belum ada pelatih atau guru angklung yang terjun karena ketertarikan terhadap seni ini,” kata Adi.

Selain kekurangan pelatih, pemerintah juga tidak punya strategi untuk membantu komunitas- komunitas angklung agar bisa hidup dari seni musik ini. Beberapa sanggar mengeluhkan kurangnya bantuan pemerintah, terutama ketika mereka hendak berpentas. ”Tidak banyak perusahaan swasta yang memberikan bantuan dana untuk pengembangan angklung,” kata Eddy, pelatih angklung di Sekolah Tinggi Bahasa Asing Bandung.

Sanggar angklung Gumiwang SMA Pasundan 2 juga bersusah payah mencari dana untuk pementasan angklung. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kurang serius mengembangkan angklung. (IND)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar